Jakarta: Akhir-akhir ini banyak sekali orang yang melakukan prank. Hal itu terkadang diunggah ke media sosial milik mereka. Tidak hanya orang dewasa, saat ini banyak pula anak-anak yang menjadi korban dari prank.
Menurut Novita Tandri, psikolog anak dan remaja, melakukan prank akan memberikan dampak negatif pada psikologis yang dialami oleh anak tersebut nantinya. Dampak psikologis tersebut diantaranya adalah:
Menjadi anak yang penuh kecemasan
“Prank atau menjahili anak dianggap menjadi hiburan bagi orang tua pada saat melihat ekspresinya. Namun, tanpa disadari kebiasaan prank ini dapat membuat diri anak tumbuh menjadi seorang pencemas," kata Novita.
Tanpa adanya prank saja, anak-anak generasi alpha sudah penuh kecemasan menghadapi masa depan yang semakin penuh ketidakpastian, ditakut-takuti orang tuanya dan terus membandingkan hidupnya dengan kehidupan orang lain yang mewah dan dianggap nyata di sosmed.
Hilangnya rasa percaya dan empati
Anak menjadi sulit percaya kepada orang lain karena orang tuanya saja tidak bisa dipercaya. Prank atau kejahilan dianggap lucu dan kemarahan serta frustasi anak dianggap sebagai hiburan. Kecerdasan emosi dan empati anak tidak akan pernah bisa terbentuk dengan baik.
“Mereka akan sulit untuk tahu apa yang baik dan tidak baik, karena mereka bingung melihat mengapa Papa Mama senang sekali dan tertawa terbahak-bahak pada saat dia marah, frustasi dan sedih. Apalagi kalau ditertawakan netizen di seluruh Indonesia?,” kata Novita.
(Novita mengatakan tanpa disadari kebiasaan prank ini dapat membuat diri anak tumbuh menjadi seorang pencemas. Foto: Ilustrasi. Dok. Freepik.com)
Anak menganggap dirinya sebagai korban
Orang tua yang sering melakukan prank kepada anak-anak akan menjadikan mereka berpikir bahwa mereka adalah korban atau obyek guyonan dan kebencian kepada pelaku prank.
Orang tua seharusnya melindungi anak-anak mereka, bukan menjadikan mereka bulan-bulanan, lelucon, obyek hiburan atau menakuti hingga memicu rasa takut. Sehingga menjadikan anak selalu mengganggap dirinya adalah obyek atau korban.
Trauma yang dibawa sampai tua
“Kebiasaan jahil atau prank yang dilakukan oleh orang tua ke anak juga dapat memicu rasa trauma hingga masa tuanya. Padahal tugas orang tua seharusnya dapat membuat anak merasa aman, nyaman, diterima dan penuh rasa percaya diri menghadapi dunia ini,” tambah Novita.
Trauma yang dirasakan oleh anak tak jarang dapat memunculkan rasa takut secara berlebihan. Bahkan, anak dapat memiliki gangguan tidur karena perasaan takutnya akan kejadian buruk yang dialaminya dapat terulang kembali sewaktu-waktu.
Anak tumbuh menjadi orang yang sensitif
Selain dapat memicu anak tumbuh menjadi seseorang yang sensitif dan mudah tersinggung, prank juga dapat menjadikannya berpikir dan menganggap bahwa orang lain dapat menjadi bahan lelucon.
Pada saat dewasa, anak akan selalu menganggap kalau prank termasuk perbuatan yang wajar atau anak akan berpikir kalau orang lain bisa dipermalukan di depan umum demi kepuasan diri sendiri. Dan, biasanya mereka akan meneruskannya lagi kepada anak-anaknya.
(yyy)